Internet Addiction (Kecanduan Internet)
Seperti halnya adiksi terhadap zat, adiksi internet dapat diartikan sebagai pemakaian internet secara terus-menerus hingga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari penderitanya.
2. Kriteria-Kriteria Internet Addiction
Kriteria untuk mengetahui seseorang telah mengalami adiksi terhadap internet diadaptasi dari kriteria-kriteria ketergantungan zat seperti disebutkan di dalam DSM-IV, yaitu :
a. Toleransi, yang ditunjukkan dalam perilaku sebagai berikut :
• Kebutuhan meningkatkan waktu penggunaan internet untuk mendapatkan kepuasan dan mengurangi efek keinginan terus-menerus memakai internet
• Secara nyata mengurangi efek keinginan tersebut dengan melanjutkan pemakaian internet dengan waktu yang sama terus menerus
b. Withdrawal, yang termanifestasikan ke dalam salah satu ciri-ciri berikut :
• Kesulitan untuk menghentikan atau mengurangi pemakaian internet, agitasi psikomotor, kecemasan, secara obsesif memikirkan tentang apa yang sedang terjadi di internet, fantasi atau mimpi tentang internet, sengaja atau tidak sengaja menggerakkan jari-jari seperti gerakan sedang mengetik dengan komputer.
• Pemakaian internet atau layanan online yang mirip untuk melepaskan diri atau menghindarkan diri dari simptom-simptom withdrawal.
c. Sering menghabiskan waktu mengakses internet lebih lama dari yang direncanakan (kehilangan orientasi waktu).
d. Gagal mewujudkan keinginan untuk mengurangi atau mengontrol pemakaian internet.
e. Menghabiskan banyak waktu dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan internet (misalnya membeli buku-buku tentang internet, mencoba-coba browser WWW baru, dan mengatur material-material hasil dari download).
f. Terganggunya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keluarga, lingkungan, pekerjaan akibat pemakaian internet.
g. Tetap menggunakan internet secara berlebihan meskipun sudah memiliki pengetahuan mengenai dampak-dampak negatif dari pemakaian internet secara berlebihan.
Zsolt Demetrovics, et. al. (2008) mengembangkan kuisioner mengenai internet addiction yang disebut PIUQ (Problematic Internet Use Questionnaire). Faktor-faktor internet dalam kuisioner tersebut terbagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
a. Keterikatan mental dengan internet
Yang termasuk dalam kategori ini antara lain melamun, sering berfantasi tentang internet, menunggu kesempatan untuk ber-online lagi, di sisi lain, kecemasan, kekhawatiran, dan depresi karena kurangnya pemakaian internet.
b. Pengabaian aktivitas sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan dasar
Faktor ini adalah mengenai berkurangnya tingkat kepentingan urusan rumah tangga, pekerjaan, belajar, makan, hubungan sesama, dan aktivitas-aktivitas lain serta pengabaian aktivitas-aktivitas tersebut akibat peningkatan frekuensi pemakaian internet.
c. Kesulitan dalam mengontrol pemakaian internet
Yang termasuk dalam kategori ini adalah pemakaian internet yang lebih sering dan lebih lama dari yang sebelumnya direncanakan, disamping ketidakmampuan untuk mengurangi jumlah pemakaian internet.
3. Jenis-Jenis Internet addiction
Berikut ini adalah sub-sub tipe dari internet addiction menurut Kimberly S. Young, et. al. (2006):
a. Cybersexual Addiction,
Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa, melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan file-file khusus orang dewasa.
b. Cyber-Relationship Addiction
Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang senang mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi kecanduan untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi terlalu-terlibat dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam perselingkuhan virtual.
c. Net compulsions
Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya perjudian online, belanja online, dan perdagangan online.
d. Information Overload
Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat kompulsif.
e. Computer Addiction
Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain game komputer yang bersifat obsesif.
Contoh
Kasus:
Dengan emosi yang
masih labil, remaja rentan mengalami gangguan jiwa. Bukan hanya asmara, hobi
bermain game juga bisa membuat jiwanya terganggu. Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Grogol misalnya,sudah empat remaja yang dirawat karena kecanduan game online.
Salah satunya kini masih dirawat di Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja,
RSJ Soeharto Heerdjan, atau yang lebih dikenal dengan nama RSJ Grogol karena
terletak di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Remaja tersebut, sebut
saja namanya Andi, sebenarnya anak yang berprestasi di sekolahnya. Masalahnya
hanya satu, remaja berusia 17 tahun ini tidak pernah bisa lepas dari permainan
video game yang memang sudah menjadi kegemarannya sejak masih kecil.
Belakangan, saking asyiknya memainkan video game, Andi mulai menarik diri dari
pergaulan dan sering bolos sekolah. Orangtua yang merasa khawatir berusaha
melarang, namun ketika video gamenya diambil, maka Andi mulai kehilangan
kontrol lalu ngamuk-ngamuk. "Pandangan
matanya jadi hostile kalau
dilarang main video game. Tatapannya memusuhi," tutur dr Suzy Yusna Dewi,
SpKJ(K), Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Grogol saat
ditemui dalam kunjungan media di tempat kerjanya, Jumat (5/10/2012).
Kecanduan games tidak
bisa dianggap sepele, terutama kalau sudah mempengatuhi perilaku. Menurut dr
Suzy, gangguan jiwa psikotis yang ditandai dengan cara berpikir yang mulai
kacau bisa juga berawal dari kecanduan games yang tidak ditangani dengan baik.
Ditambahkan oleh dr Suzy, kasus Andi sudah termasuk gangguan jiwa psikotis
karena sampai ngamuk-ngamuk kalau
dilarang orangtuanya. Itu berarti keinginannya untuk selalu bermain video games
telah mengganggu perilaku dan membuatnya gelisah sepanjang waktu."Perlu treatment itu kalau sudah mengganggu
fungsi sehari-hari, misalnya nggak mau
sekolah. Nggak mau sekolah itu
merupakan kedaruratan psikiatri utama pada anak dan remaja," tambah dr
Suzy.
Treatment atau penanganan yang diberikan di RSJ
Grogol antara lain mencakup terapi perilaku dan kalau diperlukan juga akan
diberikan obat-obatan antipsikotik. Andi termasuk bagus dalam merespons terapi,
sehingga dalam tiga minggu masa perawatan perilakunya sudah lebih terkontrol,
dan dalam waktu dekat bisa kembali ke rumah orangtuanya lagi.
http://respatiagungprabowo.blogspot.co.id/2014/12/internet-addiction-disorder-iad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar